Belajar Realita Konsep Manusia Dari Hikigaya Hachiman (Anime Oregairu)
Manusia itu ribet! Gue sering sekali mendapat kalimat itu, dan jika ada yang nyebut kalimat itu, sudah terbilang biasa, ya lumrah aja gitu…
Ditulis Oleh rahmat Pada Sep 2021
Manusia itu ribet!
Gue sering sekali mendapat kalimat itu, dan jika ada yang nyebut kalimat itu, sudah terbilang biasa, ya lumrah aja gitu. Menurut gue, udah biasa. Iya kan?! Tapi dari sesuatu yang lumrah dan sangat biasa itu gue menemukan banyak hal positif sekaligus negatif yang kedua elemen ini saling berusaha menindih. Maksudnya adalah, kadang kala hal positif berada pada posisi dominan atau berusaha menjadi dominan begitu pula sebaliknya, kadang hal negatif yang berada pada posisi dominan atau berusaha menjadi dominan.
Salah satu yang digambarkan pada tiga kata yang mengawali tulisan ini sekaligus yang menarik perhatian adalah tentang konsep manusia.
Hmm... Kalian pasti bertanya kenapa konsep manusia? Iya kan?!
Jawabannya sederhana, bahwa segala kerumitan ada pada diri manusia. Atau dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang ribet.
Contohnya, kamu pasti sering marah tidak jelas kan? Kamu sering berbohong agar orang lain simpati kepadamu, atau kamu kadang berusaha membuat orang lain tertawa padahal nyatanya dirimu sendiri yang butuh di hibur. Jujur saja, pasti pernah kan?!
Yuk kembali ke pembahasan awal.
Mengenai konsep manusia, terdapat satu tokoh dalam anime yang menurut gue luar biasa. Terlebih pada konsep manusia yang dia utarakan. Yap namanya adalah Hikigaya Hachiman dalam anime oregairu. Ada yang udah tau belum? Udah kali, ya!
Notes:
Jika ada penggemar anime romance school yang belum nonton nih anime, waduh rasanya sayang banget dan gue saranin segera nonton deh tuh anime.
Lanjut ke pembahasan.
Hikigaya Hachiman adalah salah satu tokoh dalam anime oregairu. Dalam cerita hikigaya merupakan seorang anak SMA yang di isi dengan pemikiran atas realita-realita sosial yang sangat kacau. Bagi Hikigaya, segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah kepalsuan dan kemunafikan.
Bagi gue, ada satu moment epik dalam anime oregairu, yaitu ketika Hikigaya berbicara di depan teman-temannya ketika rapat.
Berikut teks ucapan Hikigaya:
"Ya, Mereka bilang konsep manusia adalah orang yang saling mendukung, kenyataannya satu sisi bersandar ke sisi yang lain. Menurutku konsep manusia mencakup anggapan seseorang akan berakhir menjadi yang dikorbankan"
Waktu gue lihat si Hikigaya ngucapin ini, menurut gue ngena banget dah sama realita sosial saat ini. Ya, wajar banyak orang bilang klo Hikigaya itu "GUE BANGET"
Notes: Isi dari tulisan ini tidak menghakimi secara menyeluruh elemen dan kelompok sosial.
Mengesampingkan kata "Gue Banget", sebenarnya hal apa yang mampu kita petik dari ucapan Hikigaya itu? Yuk kita bahas!
Menurut gue, ada beberapa point penting yang coba disampaikan oleh si Hikigaya, Yaitu:
1. Sebuah realita sosial bahwa manusia adalah makhluk yang saling mendukung merupakan kepalsuan.
"Manusia adalah makhluk yang saling mendukung", secara teori itu sangat benar, iya kan? Pertanyaannya, apa yang salah dari kalimat itu? Jawabannya tidak ada yang salah, hanya saja realita sosial kebanyakan menunjukkan bukti yang berkebalikan dari makna asli "Manusia adalah makhluk yang saling mendukung".
Contohnya adalah: ketika kamu di kampus atau sekolah, kamu di beri tugas kelompok yang beranggotakan 7 orang. Sewajarnya yang mengerjakan tugas itu 7 orang kan, karena telah di bentuk satu kelompok yang beranggotakan 7 orang, namun realitanya, yang mengerjakan hanya 3 atau 4 orang. Iya nggak? Jujur saja, iya kan?! Masalahnya adalah ke 4 orang yang mengerjakan soal itu mau saja dimanfaatkan, yang seharusnya tidak demikian, bahwa seharusnya tugas itu di kerjakan dengan bekerja sama antara ke 7 orang dalam satu kelompok.
Secara logika hal semacam itu bukanlah mendukung, melainkan pemberian beban tambahan pada orang lain yang dengan sukarela menerima beban tambahan itu. Bukankah mendukung dapat diartikan saling bekerja pada porsi setara namun kesetaraan ini tidak menghilangkan eksistensi kedudukan/posisi/pangkat. Dalam realita sosial, ini yang hilang. Iya kan?!
2. Kerja sama dan hal-hal positif lainnya hanya di lakukan oleh orang tertentu.
"Mengerjakan sesuatu dengan saling bekerja sama akan mendapatkan hasil maksimal dan efisien" itu mungkin sebuah kalimat indah yang saat ini telah menjadi euforia di alam mimpi. Karena realitanya, ada banyak sekali penyalahgunaan kata kerja sama di tengah kehidupan sosial. Misalnya, pengerjaan tugas kelompok yang hanya beberapa dari anggota kelompok yang berpartisipasi mengerjakan tugas atau contoh-contoh lain yang serupa.
Hal inilah yang menjadi realita bahwa kerja sama hanya dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar ingin bekerja sama dan mengerti apa dampak dari kerja sama.
3. Moral dan keikhlasan sudah hilang
Yang membuat sebuah perbuatan atau apa pun itu menjadi nikmat adalah keikhlasan. Hanya saja saat ini, seluruh nilai-nilai kebaikan yang mengarah kepada keikhlasan sudah menipis dan di gantikan oleh adanya rasa ingin diakui oleh beberapa kalangan yang dianggapnya penting untuk mendapat pengakuan dari kalangan itu. Atau dengan kata lain, kebanyakan orang mengerjakan sebuah kebajikan demi mendapatkan pujian dari orang lain.
Contohnya, seseorang yang menyumbang atas diri pribadi seharusnya menyembunyikan identitas bukan malah menampakkannya di media. Meski pun tujuan awalnya ikhlas, namun ketika ditampakkan, seseorang akan rawan dan besar kemungkinan ingin mendapatkan pujian. Apalagi di tambah dengan ungkapan-ungkapan orang lain yang berucap tentang hal-hal baik tentang perbuatannya, itu akan memberikan rangsangan bagi jiwa untuk tidak lagi ikhlas.
Lalu bagaimana cara mereposisi realita sosial kacau yang seharusnya indah itu?
1. Hilangkan mindset ingin mendapatkan keuntungan dari orang lain dan tanamkan mindset ingin mendapatkan keuntungan bersama orang lain.
Akan sangat jauh berbeda rasanya jika anda melakukan kerja sama untuk mencapai keuntungan bersama di bandingan anda menggunakan kata kerja sama untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain. Meski pun terasa sulit dan membuang banyak waktu dan tenaga, hanya saja jika mendapatkan hasil maka anda akan jauh merasa lebih puas.
2. Beralih ke pola hidup ikhlas
Sesuatu yang dilakukan dengan ikhlas akan mengantarkan anda ke arah kebaikan yang tidak terbatas, maksudnya adalah dengan ikhlas anda tidak akan lagi keberatan dengan hilangnya tenaga waktu dan pikiran anda karena semua waktu, pikiran dan tenaga anda yang telah terpakai akan terreset kembali seperti sedia kala apabila anda melakukan sesuatu dengan ikhlas. Hal demikian terjadi karena anda akan merasa senang apabila melakukan kebaikan.
3. menaruh rasa simpati dan empati kepada orang lain di segala kondisi
Secara kasat mata, simpati dan empati merupakan dua elemen yang sampai saat ini eksis dipertontonkan. Ingat ya, dipertontonkan. Hanya saja simpati dan empati tersebut telah dikotori oleh ketidakikhlasan atau semacamnya.
Simpati dan empati dapat dikatakan sebagai hal positif yang telah ditinggalkan saat ini, hilangnya rasa peduli membuat renggang hubungan manusia yang erat. Maksudnya adalah tidak ada lagi keharmonisan dalam bersosial. Realita ini harus di tinggalkan dan kita harus mereposisinya kembali ke arah penerapan kehidupan yang penuh simpati dan empati kepada orang lain.
Penutup.
Realita sosial dan konsep manusia saat ini telah dilengserkan oleh sesuatu yang kelihatannya nikmat, namun kenikmatan yang terlihat nikmat itu tidak kalah nikmat dari konsep manusia ideal yang semuanya berisi tentang nilai-nilai kebaikan, maka janganlah menjadi pendukung realita sosial yang bersifat negatif saat ini. Jika tidak mampu untuk melawan, setidaknya jangan berperan dalam membantu membuat realita sosial semakin buruk.
Sumber
Artikel Terkait
Uang Panai Emang Semahal Itu Menikah Dengan Perempuan Suku Bugis
Ditulis Oleh
rahmat
pada
Sep 2022
Cara memotivasi diri sendiri
Ditulis Oleh
rahmat
pada
Jun 2022