Membangun Hubungan Yang Harmonis

Pernahkah anda melihat manusia yang tidak memiliki hubungan dengan manusia lain? Atau minimal apakah anda pernah melihat manusia yang dalam…

Ditulis Oleh rahmat Pada Aug 2021

Pernahkah anda melihat manusia yang tidak memiliki hubungan dengan manusia lain? Atau minimal apakah anda pernah melihat manusia yang dalam kesehariannya tidak membutuhkan manusia lainnya?

Jawabannya tentu tidak ada.

Kok tidak ada?

Karena manusia adalah pribadi yang berkaitan erat dengan hubungan. Hal demikian terjadi karena manusia memiliki fitrah yang memaksanya untuk melakukan hubungan karena manusia_antara objek dan subjek membutuhkan tanggapan dan respon dari sesamanya begitu pun sebaliknya. Lalu bagaimana dengan orang yang memiliki gangguan jiwa, apakah ia tidak memiliki hubungan dengan orang lain?

Jawabannya tetap sama, bahwa tidak mungkin manusia tidak memiliki hubungan dengan orang lain. Kenapa?

Jawaban telaknya yang menurut penulis tidak mungkin memiliki bantahan adalah karena manusia sengaja diciptakan seperti itu oleh tuhan.

Pada kesempatan ini penulis tidak akan membahas mengenai fitrah manusia atau hal yang semacamnya, melainkan penulis akan membahas sebuah hal yang menjadi fakta sosial yang seharusnya diwujudkan namun seolah menjadi wabah sosial baik yang ditinggalkan.

Mari kita mulai membahasnya bersama-sama.

Banyak sekali hal kecil yang dilupakan oleh kita sebagai seorang manusia. Hal ini mengakibatkan tidak terciptanya hubungan yang harmonis antar sesama manusia. Hal kecil tersebut sebagai berikut:

1. Universalisasi Hubungan

Hal yang akan kita bahas pertama adalah terkait universalisasi hubungan.

Mungkin para pembaca bertanya, universalisasi hubungan, maksudnya apa?

Universalisasi hubungan adalah sebuah keadaan di mana seseorang melakukan hubungan tanpa batas dan melakukan interaksi dengan siapa saja. Ya dapat dikatakan bahwa manusia yang seperti ini adalah manusia yang tidak memiliki batas dalam melakukan hubungan dengan sesamanya manusia. Nah yang menjadi permasalahan adalah manusia sendiri yang memasung dirinya untuk tidak keluar dari pasungan menuju kepada kebebasan berhubungan bahkan orang tua sendirilah yang mengajarkan anaknya untuk melakukan hal demikian tanpa mereka sadari.

Misalnya ketika orang tua berkata kepada anaknya "jangan bermain dengan andi, karena andi itu anak yang nakal" atau misalnya lagi, "jangan bergabung dengan anak-anak itu, mereka tidak bersekolah" atau hal semacamnya yang mengekang kebebasan berhubungan dengan sesama manusia.

Yang menjadi pertanyaan adalah, seberapa besar tingkat keakuratan perkataan orang tua terhadap realita bahwa andi itu anak yang nakal, atau seberapa besar kesempatan seorang anak menjadi tidak baik dengan berteman dengan orang yang tidak bersekolah?

Jawabannya tidak menentu bukan!? Sebab akan ada saja persentase kebaikan dan keburukan pada setiap orang. Hal tersebut sekaligus menjawab pertanyaan bahwa di dunia ini manusia akan terus berada pada sisi kiri dan kanan yaitu kebaikan dan keburukan, sehingga tidak ada jaminan bahwa tampang, atau apalah itu menjadi bukti bahwa seseorang adalah orang yang tidak baik, atau baik.

Lalu apa dampak dari pemberlakuan keuniversalan hubungan pada diri seorang manusia?

Dampaknya dapat kita lihat dari hal kecil, misalnya apabila anak seorang bangsawan berteman dengan anak dari golongan ekonomi rendah. Fenomena tersebut secara tidak sengaja menyatakan bahwa kedua anak tersebut memiliki posisi yang sama dan dengan anggapan yang sama yaitu sebagai seorang teman tanpa ada perbedaan strata sosial.

Sehingga dengan adanya kebebasan berhubungan/universalisasi hubungan dengan siapa saja akan memberikan dampak positif bagi kehidupan bersosial.

2. Hubungan Harus Bertujuan

Pernahkah anda bertanya tentang apa yang menjadi dasar sehingga seseorang harus memiliki hubungan? Atau yang paling dasar, pernahkan anda menyadari bahwa sebenarnya apa tujuan dari hubungan yang anda lakukan?

Mungkin pembaca menjawab karena kita butuh terhadap manusia lainnya karena kita mahkluk sosial. Jawaban tersebut tidak salah, bukankah itu yang diajarkan ketika kita duduk di bangku sekolah, iya kan?

Sepintas memang benar, namun bukan jawaban demikian yang penulis maksud. Contohnya jika andi meminta bantuan kepada dani untuk mengajarnya mengenai pelajaran matematika yang ibu weni ajarkan minggu lalu. Kira-kira tujuan apa yang seharusnya menjadi tujuan andi meminta bantuan kepada dani?

Ayo tebak!

Jika pembaca menjawab karena untuk belajar, atau untuk memanfaatkan dani jawabannya tidak salah, namun masih kurang.

Kenapa?

Karena bukan hal demikian yang seharusnya dijadikan tujuan utama seseorang menjalin hubungan atau bersosial.

Lalu apa yang harus menjadi tujuan utama seseorang menjalin hubungan atau bersosial? Jawaban menurut penulis adalah cinta. Kenapa cinta?

Karena cinta adalah sesuatu yang menjadikan seorang manusia memiliki gairah dan membuat segala kekurangan menjadi tertutup. Karena cinta merupakan kesempurnaan. Ya jika di urutkan, hal yang berada pada posisi paling atas dari hierarki kesempurnaan manusia adalah cinta.

Banyak yang salah kaprah mengenai tujuan manusia dalam berhubungan dengan manusia lainnya. Hal ini pula yang menyebabkan sering terjadinya konflik, kesalahpahaman dan hal negatif lainnya. Misalnya.

Jika andi dan dani menyadari bahwa tujuan dari andi meminta dani untuk mengajarnya matematika yang ibu weni ajarkan minggu lalu adalah cinta dan dani juga menanggapinya sama, bahwa tujuannya membantu andi adalah karena cinta maka jika ada hal yang mengganggu ketentraman keduanya, misalkan andi merasa bosan atau dani merasa jenuh karena sesuatu hal, semuanya akan teratasi karena tujuannya adalah cinta. Tentu berbeda jika andi hanya memiliki tujuan yang terbatas pada ingin belajar atau saling memanfaatkan, hal ini yang akan berpotensi menjadi penyebab gesekan pada manusia dalam bersosial.

Coba bayangkan apabila semua manusia menyetarakan pemahaman terkait tujuan mengadakan hubungan dengan sesamanya manusia dan menjadikan cinta sebagai jawaban atas seluruh pertanyaan tentang tujuan manusia melakukan hubungan. Pasti akan ditemukan keharmonisan dan hubungan pasti akan bermartabat.

3. Kesetaraan dalam Hubungan.

Setiap manusia yang lahir di dunia ini mengalami proses yang sama dan berasal dari satu eksistensi yang sama.

Coba bayangkan pada fenomena kelahiran yang terjadi di sekelilingmu. Contoh kecilnya apakah anda dengan tetangga anda berasal dari eksistensi berbeda? Jawabannya tentu tidak, karena manusia mau bagaimana pun, akan berasal dari eksistensi sama, yaitu berasal dari orang tua dan akhirnya berujung pada tuhan.

Hal yang sering kita temui adalah adanya hierarki dalam hubungan. Atau dalam bahasa sederhananya, dalam kehidupan manusia, selalu ada yang berada pada posisi atas yang di kenal sebagai manusia ekonomi atas, hingga posisi bawah yang di kenal dengan manusia ekonomi rendah.

Hal tersebut terjadi karena adanya kultur yang salah kemudian berkembang dan tidak mampu ditinggalkan oleh manusia dalam bersosial.

Peristiwa itu di mulai dari penanaman paradigma oleh orang tua bahkan oleh diri sendiri terhadap perbedaan yang sebenarnya tidak terlalu berpengaruh bagi kehidupan. Kenapa tidak berpengaruh? Karena jika paradigma hierarki tersebut tidak ada, kehidupan bersosial yang ada di dunia ini akan tetap berjalan.

Apa dampak apabila stratifikasi sosial tidak ada?

Dampak yang kita temukan menurut penulis yaitu lebih pro dan mengarah pada hal positif. Kenapa?

Alasannya karena dengan hilangnya stratifikasi sosial dalam masyarakat, maka akan tercipta kehidupan yang harmonis. Karena tidak akan ada manusia yang mengedepankan tingkatan sosialnya yang tinggi kepada manusia yang memiliki tingkatan sosial rendah.

Kesetaraan dalam hubungan sangat di butuhkan seorang manusia, karena dengan kesetaraan maka akan memberikan peluang pada hilangnya tindas-menindas pada masyarakat.

Contoh sederhananya yaitu, andi adalah orang kaya sehingga andi memiliki hierarki sosial tinggi sedangkan ardi adalah orang miskin sehingga ardi memiliki hierarki sosial rendah. Andi sering menganggap Ardi sebagai orang rendahan dan selalu menganiaya ardi karena jumlah harta yang mereka miliki terpaut jauh. Apabila tidak ada paradigma stratifikasi sosial di masyarakat maka sekaya apapun andi dan semiskin apapun ardi, maka tidak akan terjadi perbuatan menindas dan sejenisnya, karena adanya kesetaraan posisi dan keadaan, meskipun dalam hal kepemilikan materi, andi memiliki harta yang terpaut jauh dengan ardi.

Tentu sangat indah apabila hal tersebut berlaku di masyarakat dan jika hal diatas berlaku, maka untuk membentuk masyarakat yang harmonis dan bermartabat bukan lagi sebuah mimpi belaka.

Penutup:

Manusia adalah makhluk yang sering bertikai karena ulah dan paradigmanya sendiri, maka untuk menghindari pertikaian, mari kita tanamkan paradigma dan membentuk ulah yang baik agar mencegah terjadinya pertikaian.

Note:

Penulis masih minim ilmu, maka mari kita berdiskusi di kolom komentar untuk saling menambah wawasan.

Penggunaan nama pada tulisan ini tidak bermaksud untuk merendahkan atau merugikan siapapun.


Artikel Terkait

Cover for Uang Panai Emang Semahal Itu Menikah Dengan Perempuan Suku Bugis

Uang Panai Emang Semahal Itu Menikah Dengan Perempuan Suku Bugis

Ditulis Oleh

rahmat

pada

Sep 2022

Beberapa waktu yang lalu, saya berada di tengah-tengah orang yang berdiskusi terkait uang panai. Salah seorang teman yang sudah menikah…

Cover for Cara memotivasi diri sendiri

Cara memotivasi diri sendiri

Ditulis Oleh

rahmat

pada

Jun 2022

Pernah ngak kamu berpikiran "aduh ada tugas, mana malas banget lagi ngerjainnya" Atau "Nanti dulu ah, scroll tik tok sekali lagi, sekali…